Project Delivery Lebih Terukur dengan PPM

2021-08-19

Apa sebenarnya Project Production Management (PPM) itu? Apa saja benefit dengan mengimplementasikan PPM untuk project delivery di sektor energi?

PPM sebenarnya merupakan bentuk penyempurnaan dari project management yang banyak diaplikasikan oleh pelaku industri hingga saat ini, dan bukan bertujuan untuk menggantikan sepenuhnya sistem project management yang ada.

Project management konvensional mempunyai sejumlah “kesenjangan” atau “gap” di mana ada perspektif bahwa selalu terjadi trade-off antara biaya dan waktu penyelesaian proyek. Artinya, jika ingin menyelesaikan proyek lebih cepat, maka dibutuhkan biaya yang lebih besar. Atau dengan kata lain, jika ingin lebih hemat biaya, maka waktu yang dibutuhkan lebih panjang.

“Kesenjangan” ini yang dapat dibenahi dengan penerapan PPM. PPM berdasarkan pada operational science yang terbukti memberikan hasil baik bagi beberapa perusahaan terkemuka global dalam project delivery. PPM melengkapi pendekatan-pendekatan dari era sebelumnya, yang memiliki kekurangan mendasar dalam pelaksanaan proyek yang kompleks dan dinamis, serta hanya berfokus pada prediksi hasil proyek dengan melakukan pengukuran tertentu.

PPM memiliki pendekatan holistik yang akan berdasar pada standard process mapping, production scheduling, production planning, execution dan continuous improvement, serta berfokus pada pencapaian obyektif bisnis dengan sumber daya seminimal mungkin.

Di sektor energi, sudah menjadi kebutuhan bagi pelaku industri minyak dan gas berskala global mengimplementasikan PPM. Perusahaan minyak dan gas besar pada umumnya mengharuskan kontraktor EPC atau operator untuk menerapkan PPM dalam proyek-proyeknya.

Keunggulan PPM

Amanda Goller dalam artikelnya berjudul Time is Money: The Financial Implications of Project Production Management on Oil and Gas Companies (2019) menekankan tiga manfaat utama penerapan PPM pada proyek-proyek minyak dan gas. Tiga manfaat itu adalah (1) penghematan modal kerja; (2) penghematan belanja modal dan (3) peningkatan net present value (NPV) proyek.

Menurut Goller, sebagian besar operator minyak dan gas tidak melakukan kontrol terhadap inventory, sehingga menimbulkan biaya-biaya operasional yang sebenarnya bisa dihindari.

Dari sini, Goller mengidentifikasi ada dua perbedaan mendasar antara PPM dan project management konvensional. Pertama, PPM menekankan pentingnya menghitung dan mengkontrol inventory. Kedua, PPM juga mengurangi variability di dalam sistem.

Dengan mengadopsi PPM, kontraktor EPC melakukan identifikasi dan evaluasi berbagai variabel suatu proyek (variability) dalam jangka waktu yang lebih

pendek. Hal ini dilakukan karena operator sangat memahami kondisi lapangan sebuah proyek yang kompleks dan dinamis, sehingga tidak dapat berpegang sepenuhnya pada jadwal proyek yang terlalu kaku.

Kontraktor EPC menggunakan pendekatan PPM untuk mengantisipasi dan memitigasi risiko secara harian dan setiap data yang masuk selalu didokumentasikan ke dalam tools khusus PPM. Dalam proses memenuhi jadwal proyek, kontraktor memasang target jangka pendek, yaitu satu hingga tiga pekan, dan apapun hasilnya akan dievaluasi.

Dari data yang didokumentasikan di tools PPM dan telah dievaluasi, PPM dapat mengidentifikasi aspek-aspek yang butuh perbaikan atau hal-hal yang perlu terus ditingkatkan secara lebih cepat, sehingga dapat ditindaklanjuti dengan lebih cepat pula.

Salah satu contoh penerapan PPM di sebuah proyek adalah melakukan pendataan inventory. Dengan tools PPM, kontraktor dapat mengidentikasi unit apa saja yang menganggur (idle), sehingga perlu langsung mengambil tindakan untuk mengoptimalkan unit idle ini. Jika tidak, konsekuensinya adalah pemborosan biaya.

Selain itu, adopsi PPM juga berguna untuk memperlancar standard process dalam pengerjaan sebuah proyek. Dengan perencanaan jangka pendek dan kontrol yang lebih ketat, maka variability yang terjadi, misalnya operator di lapangan mendadak sakit, atau masalah kerusakan alat kerja dapat lebih cepat ditanggulangi.

Sehingga tujuan akhir dari penerapan PPM adalah memberikan proses penyelesaian proyek yang lebih terukur dan mudah diprediksi (predictable).

Implementasi PPM di Tripatra

Tripatra, sebagai kontraktor EPC yang sudah berpengalaman sejak 1973, menyadari pentingnya penerapan PPM dalam penyelesaian proyek di bidang minyak dan gas. Tripatra merupakan kontraktor EPC yang menjadi pionir penerapan pendekatan PPM di Indonesia.

Tripatra mulai mengadopsi pendekatan PPM pada proyek EPC untuk pembangunan terminal bahan bakar EMILY-1 dan berlanjut ke proyek-proyek berikutnya. Tripatra meyakini bahwa dengan PPM, pengerjaan pengerjaan proyek-proyek di industri energi, minyak dan gas, petrokimia, infrastruktur dan telekomunikasi akan lebih terukur dan mudah diprediksi

Tripatra berpegang teguh bahwa penyelesaian proyek yang tepat waktu dan zero incident merupakan komitmen Tripatra bagi para klien dan juga nilai tambah yang baik bagi Tripatra maupun mitra-mitranya.

Selain itu, dalam mengimplementasikan metodologi PPM, Tripatra juga terus memberikan pembekalan dan pelatihan PPM secara berkelanjutan dengan tujuan meningkatkan kompetensi Insan Tripatra sehingga dapat memberikan hasil sesuai ekspektasi.

Other Related Article

Other Related Article